Sekarang tanggal 08 Juli 2009, artinya hari ini adalah hari bagi rakyat Indonesia untuk memilih pemimpinnya dalam lima tahun kedepan, dan hari ini juga saya lagi dan lagi tidak ikut dalam pesta demokrasi rakyat Indonesia ini. Kebayang waktu kecil dulu, Ibu saya masih menjadi Jupen (Juru Penerangan) sering banget beliau mengisi siaran di Radio dan menjelaskan program-program pemerintah, salah satunya ya Pemilu ini. Oh iya.. buat kamu yang ga tahu apa itu Jupen, Jupen singkatan dari Juru Penerangan panggilan kepada pegawai pemerintah yang tugasnya memberikan informasi2 terkini dari program pemerintah, Juru Penerangan dulu ada ketika Indonesia masih memiliki Departemen Penerangan, yang kemudian Departemen ini dibubarkan seiring dengan hembusan angin reformasi, karena disinyalir Departemen Penerangan merupakan perpanjangan tangan dari pemerintahan Suharto, yang katanya waktu itu Departemen Penerangan hanya memberi Informasi yang baik2 dari pemerintahan Suharto Ah.. kok malah ngomongin Jupen sih.. enakan ngomongin JuPe (Julia Perez).
Ok back to the topic, kaitan antara Jupen dengan postingan ini adalah tentu saja karena salah satu pegawai yang menjadi Jupen itu adalah Ibu ku, dan yang kedua karena kata-kata pemilu begitu akrab dengan telingaku, sehingga waktu kecil dulu saya sangat penasaran dengan yang namanya pemilu dan selalu ingin ikutan dalam pemilu. Tapi kenyataan saat ini berkata lain, umurku dah 23 tahun dan seharusnya saya sudah ikutan pemilu 2 kali, kalo dihitung-htung malah harusnya 4 kali, karena 2 kali pemilu legislatif n 2 kali pemilihan presiden, belum lagi bila Pilkada Bupati/walikota dan Gubernur dihitung juga, berarti hingga saat ini saya tidak menggunakan hak saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan baik, atau lebih tepatnya saya belum menjadi Warga Negara Indonesia yang baik.
Sebenarnya tidak ada sama sekali keinginan saya untuk menjadi Golput, saya sendiri Golput dikarenakan Kehidupan saya yang nomaden (berpindah-pindah tempat), pada umur 17 tahun (tahun 2003) saya pindah ke Makassar untuk mengikuti pendidikan Ikatan Dinas dengan STAN (Prodip 1 Kebendaharaan Negara), setahun di kota itu saya tidak pernah mempunyai KTP Makassar, dikarenakan saya harus mempunyai Kartu keluarga dulu untuk mempunyai KTP, nah keluarga di Makassar saja tidak punya apalagi kartu keluarga, secara otomatis pada tahun 2004 saya tidak bisa ikut Pemilu. Yang kedua ketika saya di Fakfak, pada saat itu tahun 2005 saya mendapat penempatan dari kantorku di kota Fakfak, saat itu seingat saya ada pemilihan Bupati dan juga Gubernur di tahun yang sama, tetapi saya belum mempunyai KTP Fakfak, jadilah Tahun itu saya tidak menggunakan hak pilih saya. Yang ketiga di Tahun ini, harapan untuk mengikuti Pemilu tahun 2009 ini sempat membumbung tinggi, oh iya pada tahun 2007 saya di Mutasi ke Kota Jayapura. Karena memang saya dari Jayapura, so saya telah mempunyai KTP Jayapura karena ortu saya sendiri tinggal di Jayapura. Tetapi apa daya, pada akhir 2008 tepatnya di bulan Nopember, saya di mutasi ke kota Merauke, kota paling timur Indonesia, dan hingga detik ini saya pun belum mempunyai KTP Kabupaten Merauke.
Pemilu Legislatif kemarin saya hanya melihat hasil pemilihan melalui layar kaca alias televisi, dan pada Pilpres ini, harapan tuk memilih sempat ada, ketika diperbolehkan menggunakan KTP sebagai tanda pemilih, tetapi tetapi saja saya tidak bisa memilih dikarenakan syarat lainnya yaitu, saya harus membawa kartu keluarga juga sebagai syarat memilih, dan jadilah hingga detik ini saya masih GOLPUT.
Saya harap di tahun-tahun mendatang pemerintah dalam hal ini KPU dapat menemukan sistem yang tepat untuk warga negara seperti saya yang hidupnya berpindah-pindah. Saya yakin saya bukan satu-satunya warga negara yang golput karena disengaja, tetapi karena memang kami tidak bisa memilih ditempat keberadaan kami sekarang. Bayangkan saja di Ditjen kantor saya untuk seluruh Indonesia ada berapa banyak pegawai yang bernasib sama dengan saya, belum lagi bila dikumpulkan setiap Ditjennya kedalam satu Departemen. Berarti jutaan suara Warga Negara Indonesia terbuang percuma. Moga saja Indonesia selalu menuju arah yang lebih baik.
baca selanjutnya...